Aku? apalagi aku yang tak berarti ini. bagaimana mungkin lautan kan
ku keringkan? bagaimanakah caranya agar gunung itu runtuh? Sedangkan
kata cinta pun tak pernah terucap untuk mu. Ya, tak tau diri, mungkin
itu yang pantas aku sandang, pengecut, atau sejuta gelar hinaan lainnya.
aku sudah berusaha lari dan terus berlari, tapi rasa tetap timbul di
dalam hati.
Bagaimana? bagaimana hendak ku tepis kodrat yang mengharuskan ku mencintaimu? rasa yang timbul itu alami dari hati ku, telah ku ingkari rasa yang menggelora di dalam hati, tapi bibir ini tak pernah mau berhenti menyebut nama mu. mata ku memandang luasnya dunia ku, indahnya alam negeri ku, tapi saat aku sendiri, saat gelap mencekam hati, sunyi dalam genggaman kegelapan, terngiang wajah mu yang manis dalam sebuah lukisan di dalam hati, terpampang jelas di sanubari, dengan sebuah nama, wahai kau hayati.
Bagaimana? bagaimana hendak ku tepis kodrat yang mengharuskan ku mencintaimu? rasa yang timbul itu alami dari hati ku, telah ku ingkari rasa yang menggelora di dalam hati, tapi bibir ini tak pernah mau berhenti menyebut nama mu. mata ku memandang luasnya dunia ku, indahnya alam negeri ku, tapi saat aku sendiri, saat gelap mencekam hati, sunyi dalam genggaman kegelapan, terngiang wajah mu yang manis dalam sebuah lukisan di dalam hati, terpampang jelas di sanubari, dengan sebuah nama, wahai kau hayati.